Good Corporate Governance (Kelompok 7)
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
KELOMPOK
7
Nama : Ita Andiani (15214538)
Sari
Pitri Yani (1A214057)
Syarah Okta Rizkiani (1A214602)
Utami Nur Hidayati (1A214957)
Vina Esly Marini (1C214057)
Kelas :
3EA01
Mata Kuliah : Etika Bisnis
2.1 Pengertian dan Konsep Dasar
Dua
teori utama yang terkait dengan corporate
governance adalah stewardship theory
dan agency theory (Chinn, 2000; Shaw,
2003). Stewardship theory dibangun di
atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada
hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab,
memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat
dalam hubungan Fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen
sebagai orang yang dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan publik maupun stakeholder.
Sementara
itu, agency theory yang dikembangkan
oleh Michael Johnson, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan
bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak
yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dalam perkembangan
selanjutnya, agency theory mendapat
respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada.
Berbagai pemikiran mengenai corporate
governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada
berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Good corporate
governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder
(Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya
hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya
dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu,
transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Ada
empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability,
dan responsibility. Keempat komponen
tersebut penting karena penerapan prinsip good
corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas
laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang
mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental
perusahaan.
Konsep good corporate governance baru populer di
Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal
di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD
(kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan
pada tahun 1999.
2.2 Karakteristik Good Governance
Dari beberapa sumber
organisasi dunia seperti UNDP dan UNESCAP berikut karakteristik good governance menurut UNDP dan UNECSAP
:
Gambar 2.1 : Karakteristik Good
Governance Menurut UNESCAP
a.
Participation (Partisipasi)
Partisipasi yang
dilakukan baik oleh perempuan atau laki-laki, menjadi landasan utama
pemerintahan yang baik. Partisipasi bisa dilakukan langsung maupun secara
perwakilan. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa demokrasi perwakilan tidak
berarti bahwa keprihatinan paling rentan dalam masyarakat tidak akan menjadi
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Partisipasi perlu diinformasikan dan
terorganisir.Ini berarti kebebasan berserikat dan berekspresi di satu sisi dan
masyarakat di sisi lain. Atau dapat diartikan bahwa keikutsertaan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, kebebasan
berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara
konstruktif merupakan hal penting dalam pelaksanaan good governance.
b.
Rule of Law (Aturan Hukum)
Pemerintahan
yang baik membutuhkan hukum yang adil,
tanpa pandang bulu yang idependen dan tidak memihak, ditegakkan dan dipatuhi
secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia, khususnya bagi
kaum minoritas.
c.
Transparency
(Transparansi)
Transparansi yang dimaksud adalah adanya kebebasan aliran informasi dalam
berbagai proses kelembagaan, tersedia, serta mudah diakses oleh mereka yang
membutuhkan. Dengan catatan bahwa keputusan dalam informasi terkait adalah
keputusan yang diambil telah mempertimbangkan aturan dan hukum yang berlaku.
Informasi cukup disediakan dengan format atau bahkan media yang mudah
dimengerti.
d.
Responsiveness
Responsiveness atau daya tanggap yaitu proses yang dilakukan di setiap
institusi harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang
berkepentingan atau stakeholders
dalam kurun waktu yang wajar tentunya.
e.
Consencus
Oriented (Orientasi Konsensus)
Bertindak
sebagai mediator bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai
kesepakatan. Pemerintahan yang baik juga membutuhkan perspektif yang luas dan
berjangka panjang untuk mewujudkan pengembangan manusia yang berkelanjutan, dan
hal tersebut hanya dapat dihasilkan dari pemahaman historikal, kultur serta
pemahaman sosial yang diberikan oleh komunitas atau masyarakat.
f.
Equity and
inclusiveness (Ekuitas dan Inklusivitas)
Kesejahteraan
sosial bergantung pada kepastian semua anggota masyarakat merasa bahwa mereka
memiliki kepemilikan dalam kehidupan sosial dan tidak merasa dikecualikan dari
arus masyarakat. Hal ini memerlukan keterlibatan semua kelompok, terutama yang
paling rentan, memiliki kesempatan untuk mempertahankan kesejahteraan mereka.
g.
Effectiveness
and Efficiency (Efektivitas dan Efisiensi)
Good governance
yang baik diartikan dengan proses dan lembaga yang berhasil memenuhi kebutuhan
masyarakatnya dengan membuat kebijakan baik dalam penggunaan sumber daya yang
mereka miliki. Konsep efisiensi dalam good governance juga mencakup pemanfaatan
sumber daya alam berkelanjutan dan perlindungan lingkungan.
h.
Accountability
(Akuntabilitas)
Akuntabilitas
merupakan kunci utama good governance
yang baik. Tidak hanya sektor pemerintah namun juga sektor swasta dan
organisasi masyarakat sipil harus dipertanggungjawabkan kepada publik dan
oemanggku kepentinganinstitusional lembaga terkait, yang bertanggung jawab atas
tindakan atau keputusan yang diambil oleh organisasi atau institusi internal
maupun eksternal. Pada umumnya organisasi atau institusi bertanggung jawab pada
mereka yang akan dipengaruhi oleh kebijakan atau tindakan yang diambil oleh
organisasi atau institusi tersebut. Akuntabilitas tidak akan pernah luput dan
berhasil tanpa transparansi dan aturan hukum.
2.2.1 Karakteristik Good Corporate Governance
Implementasi dalam
mewujudkan GCG dalam suatu perseroan adalah didasarkan pada prinsip-prinsip GCG
sebagai suatu landasan atau kaidah dalam menentukan tingkat keberhasilan
penerapan GCG, berikut prisip-prinsip GCG menurut Komite Nasional Kebijakan
Governance :
1.
Transparansi (Transparency)
Prinsip
Dasar
Untuk menjaga obyektivitas dalam
menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan
relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah
yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a.
Perusahaan harus menyediakan informasi
secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta
mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
b.
Informasi yang harus diungkapkan
meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi
perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham
pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem
manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan
pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat
mempengaruhi kondisi perusahaan.
c.
Prinsip keterbukaan yang dianut oleh
perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan
perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan
hak-hak pribadi.
d.
Kebijakan perusahaan harus tertulis dan
secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
2.
Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip
Dasar
Perusahaan
harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan danwajar. Untuk
itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengankepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang
sahamdan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a.
Perusahaan harus menetapkan rincian
tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan
secara jelas dan selaras dengan visi, misi,nilai-nilai perusahaan (corporate
values), dan strategi perusahaan.
b.
Perusahaan harus meyakini bahwa semua
organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas,
tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
c.
Perusahaan harus memastikan adanya
sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.
d.
Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja
untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan,
serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).
e.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika
bisnis dan pedoman perilaku(code of conduct) yang telah disepakati.
3.
Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip
Dasar
Perusahaan
harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan
usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate
citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a.
Organ perusahaan harus berpegang pada
prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
b. Perusahaan
harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4.
Independensi (Independency)
Prinsip
Dasar
Untuk
melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a.
Masing-masing organ perusahaan harus
menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh
kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest)
dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara obyektif.
b.
Masing-masing organ perusahaan harus
melaksanakan fungsi dan tugasnyasesuai dengan anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab
antara satu denganyang lain.
5.
Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Prinsip
Dasar
Dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a.
Perusahaan harus memberikan kesempatan
kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat
bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai
dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
b.
Perusahaan harus memberikan perlakuan
yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan
kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
c.
Perusahaan harus memberikan kesempatan
yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara
profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan
kondisi fisik.
2.3 Commision of Human
Hak asasi
manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara
kodrati sebagai anugerah dari Tuhan dan yang diakui secara universal sebagai
hak-hak yang melekat pada manusia karena hakikat dan kodrat kelahiran manusia
itu sebagai manusia. Sebagai anugerah dari tuhan kepada makhluknya, hak
asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak
asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya,
karena jika hal itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya
menjadi inti nilai kemanusiaan. Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang
dipunyai oleh semua orang sesuai dengan kondisi yang manusiawi. Hak asasi
manusia ini selalu dipandang sebagai sesuatu yang mendasar, fundamental dan
penting.
2.3.1 Bisnis
dan Hak Asasi Manusia
Masuknya isu hak asasi manusia pada sektor
mencerminkan perkembangan kesadaran sosial akan dampak dari kegiatan bisnis
pada hak asasi manusia, baik internal maupun eksternal, yaitu buruh, konsumen
maupun masyarakat luas. Situasi tersebut direspon oleh berbagai inisiatif, yang
salah satunya dipelopori oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mulai dari
pembentukan Norma-Norma tentang Korporasi Transnasional dan Perusahaan Bisnis
Besar Lainnya. Dokumen tersebut bertujuan untuk memberikan kewajiban hak asasi
manusia pada perusahaan secara langsung berdasarkan hukum internasional, dengan
lingkup kewajiban hak asasi yang sama yang telah diterima oleh Negara
berdasarkan, perjanjian yang mereka ratifikasi, yaitu: "untuk memajukan,
memastikan pemenuhan, menghormati, menjamin penghormatan dan perlindungan hak
asasi manusia".
Kerangka Kerja PBB (Ruggie’s
Principles) Pada Juli 2005 Sekjen PBB Kofi Annan menunjuk John Ruggie sebagai
Perwakilan Khusus Sekjen PBB untuk HAM dan perusahaan Multinasional serta perusahaan lainnya.
Kerangka kerja tersebut berbasis pada 3 pilar, yaitu:
1.
Tanggung jawab negara untuk melindungi HAM dari pelanggaran oleh pihak
ketiga, termasuk perusahaan, melalui kebijakan, pengaturan, dan keputusan yang
layak. Negara tetap memegang peran utama dalam mencegah pelanggaran HAM.
2.
Tanggung jawab perusahaan untuk
menghormati HAM dimana mensyaratkan adanya aksi yang sungguh-sungguh untuk
menghindari pelanggaran HAM oleh pihak lain dan menyelesaikan dampak negatif
dari bekerjanya perusahaan tersebut. Perusahaan diharuskan memiliki pernyataan
komitmen untuk menghormati HAM, melakukan penilaian atas dampak HAM, serta mengintegrasikan
prinsip-prinsip penghormatan HAM dalam proses, fungsi, dan kebijakan internal.
3.
Akses yang luas bagi warga korban
pelanggaran HAM untuk memperoleh skema pemulihan efektif, baik secara yudisial
maupun nonyudisial. Mekanisme pengaduan yang efektif dalam perusahaan wajib
disediakan sebagai mekanisme untuk menghormati HAM. Negara harus melakukan
langkah dalam yusrisdiksi mereka untuk memastikan korban memiliki akses untuk
pemulihan efektif melalui cara yudisial, administratif, legislatif, atau cara lainnya.
Prinsip-prinsip ini diharapkan dapat
menjadi pedoman bagi negara dan perusahaan untuk menjalin sinergi dalam usaha menghormati
dan melindungi HAM. Berikut beberapa prinsip yang terkandung dalam pedoman:
1.
Perusahaan harus menghormati HAM.
2.
Tanggung jawab perusahaan untuk
menghormati HAM merujuk pada hukum HAM internasional dan hak-hak dasar yang
disusun dalam Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM).
3.
Perusahaan harus mengeluarkan
kebijakan dan proses yang layak sesuai keadaan yang memungkinkan mereka
mengidentifikasi, mencegah, mengurangi, dan memulihkan dampak negatif terhadap
HAM dimana mereka menjadi faktor penyebab atau berkontribusi atas dampak
negatif tersebut melalui aktivitas yang mereka lakukan.
4.
Tanggung jawab ini berlaku untuk
semua perusahaan menurut ukuran, sektor, konteks operasional, kepemilikan, dan
struktur.
Langkah dan aksi perusahaan dalam
penghormatan HAM untuk menegakkan prinsip-prinsip tersebut, perusahaan wajib
mengintegrasikan HAM dalam kebijakan internalnya karena 4 alasan, yaitu: (1)
kebijakan HAM menjelaskan komitmen perusahaan terhadap HAM; (2) menjadi pedoman
bagi hubungan perusahaan dengan partner usaha dan pemerintah; (3) memberikan
dasar bagi penilaian kinerja (performance) perusahaan; (4) menjadi alat untuk
mendemonstrasikan komitmen mereka terhadap HAM kepada para pemangku kepentingan
eksternal.
2.3.2 Contoh Kebijakan Hak
Asasi Manusia di sebuah Perusahaan
Setiap perusahaan dedikasikan
untuk pengakuan atas hak asasi manusia ke dalam Deklarasi Universal atas Hak
Asasi Manusia dan termasuk di dalamnya dua perjanjian, yaitu Perjanjian
Internasional tentang Hak Politik dan Sipil serta Hak atas Kebudayaan, Sosial
dan Ekonomi. Perusahaan harus menghindari pelanggaran hak asasi manusia,
mencegah terjadinya kekerasan atas pelaksanaan hak asasi manusia dan mematuhi
hukum yang berlaku di negara dimana kami melakukan bisnis.
a.
Pengakuan atas Hak Asasi Manusia
Perusahaan mengakui hak-hak dari karyawan dan
pemangku kepentingan lainnya serta tidak boleh melakukan tindakan diskriminasi
atas perbedaan ideology, suku bangsa, warna kulit, agama, jenis kelamin,
orientasi seksual, asal negara, umur, kecacatan, atau status lainnya yang
menyangkut hak asasi manusia. Perusahaan harus mengadaptasi secara rasional dan
tanpa prasangka , perlakuan secara diskriminasi, bullying dan kekerasan
(pelecehan).
b.
Ruang Lingkup Kebijakan
Ruang lingkup kebijakan perusahaan adalah seluruh karyawan
yang bekerja dalam perusahaan.
c.
Perlakuan yang Adil Terhadap Karyawan
Perusahaan dituntut memperlakukan seluruh
karyawan secara adil dan jujur, tanpa memandang mereka bekerja dimana. Seluruh
karyawan telah menyetujui persyaratan dan kondisi hubungan kerja yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan setempat dan akan diberikan pelatihan
keahlian secara memadai.
d.
Pelatihan Karyawan
Perusahaan
sebagai pemberi kerja dan penanggung jawab kebijakan, akan menyediakan
bimbingan dan pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan, untuk memastikan
kebijakan ini akan terlaksana secara baik dan benar.
e.
Peraturan Perundang-undangan dan Pelaksanaan Kode
Perusahaan akan berkomitmen untuk selalu
mencari cara dalam meningkatkan dan mematuhi serta tidak hanya bertujuan untuk
patuh pada perundangan diskriminasi yang ada di negara tempat perusahaan
beroperasi namun juga akan mematuhi peraturan nasional dan internasional serta
Kode yang relevan di negara tersebut. perusahaan akan memonitor kepatuhan atas
kebijakan ini serta persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f.
Hak atas Akses
Perusahaan akan melakukan secara rasional secara bertahap dalam
menyediakan kemudahan akses atas bangunan-bangunan bagi penderita tuna daksa
karyawan, pelanggan dan pengunjung. perusahaan secara bertahap akan
menyesuaikan kendaraan yang dapat diakses oleh karyawan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di negara tempat perusahaan beroperasi.
g.
Jam Kerja
Jam kerja tidak boleh melebihi dari peraturan
industri dan standar nasional. Mereka harus membayar secara adil upah yang
memadai sesuai dengan pasar lokal dan kondisi yang ada. perusahaan harus
mematuhi peraturan upah minimum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku secara nasional.
h.
Penarikan Karyawan
Seluruh proses penarikan karyawan akan
diselenggarakan secara adil, setara dan konsisten untuk semua kandidat di sepanjang
waktu. Pelaksanaan penarikan karyawan akan dilakukan secara rahasia dan
dipastikan tidak ada kendala bagi kandidat yang memenuhi persyaratan.
i.
Pekerja Anak
Perusahaan
tidak boleh mempekerjakan pekerja anak secara illegal, kerja paksa, kerja
lembur secara paksa atau mentolerir pekerja anak.
j.
Tindakan Disiplin
Perusahaan harus menerapkan secara prosedural
atas pelanggaran disiplin bagi karyawan yang telah melakukan pelanggaran dari
standar yang dipersyaratkan.
k.
Tanggung Jawab Karyawan
Seluruh karyawan bertanggung jawab secara
personal atas penerapan kebijakan ini dari kegiatan keseharian dan wajib
mendukung kebijakan ini di setiap waktu.
l.
Prosedur Keluh Kesah
Perusahaan
memiliki prosedur keluh kesah dimana karyawan dapat melakukan keluh kesah
pribadi dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Setiap karyawan dapat
mengajukan prosedur keluh kesah atas perlakukan bullying, diskriminasi,
pelecehan ataupun menjadi korban memiliki hak untuk mengajukan keluhan melalui
prosedur keluh kesah.
2.4 Kaitannya Good Corporate Governance dan Commission
Of Human Right dengan Etika Bisnis
2.4.1 Good
Corporate Governance
Dalam
hal ini, Good Corporate Governance memiliki
keterkaitan yang erat dengan etika bisnis. Personal atau pun perusahaan yang
baik ketika mereka ingin memikirkan cara dalam menghasilkan keuntungan,
sangatlah penting norma dan moralitas yang berlaku harus diterapkan. Ini adalah
poin-poin yang begitu berpengaruh terhadap baiknya suatu manajemen perusahaan
dan kelangsungan hidup bisnis seseorang. Banyak perusahaan yang mengalami
kegagalan karena kurang baiknya Good
Corporate Governance yang tercipta.
Bila dilihat dari
prinsip-prinsip GCG, adanya transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab,
independensi, maupun kesetaraan dan kewajaran, maka ini sangat erat hubungannya
dengan etika bisnis suatu perusahaan. Transparansi, akuntabilitas, tanggung
jawab, independensi begitu eratnya dengan prinsip-prinsip etika bisnis, yaitu
prinsip otonomi dan prinsip kejujuran. Perusahaan harus menjalankan apa yang
menjadi visi dan misinya tanpa harus menjiplak pesaing lain, dalam pemberian
informasi kepada stakeholders dan
konsumen harus didasarkan pada sebuah kejujuran, tidak adanya kebohongan dalam
suatu visi dan misi maupun apa yang terjadi dalam internal perusahaan, dan bagaimana
perusahaan tersebut dapat bersikap professional yang mengikuti aturan
perundang-undangan yang berlaku. Lain halnya dengan kesetaraan dan kewajaran,
prinsip GCG ini erat hubungannya dengan prinsip etika bisnis, yaitu prinsip
keadilan dan prinsip menghormati. Dalam beretika, perusahaan harus bersikap adil
bagi stakeholder dalam hak-hak yang
sudah tertulis sesuai perjanjian dan adanya sikap saling menghormati agar
orang-orang yang bergabung dalam kesuksesan suatu bisnis dapat merasakan kenyamanan
sehingga meningkatnya kinerja yang akan memberikan nilai positif bagi perusahaan.
2.4.2 Commission
of Human Right (Hak Asasi Manusia)
Commission of human
right (hak asasi manusia) merupakan hak yang melekat pada
diri manusia itu sendiri, tidak diberikan oleh siapapun, semua manusia memilikinya
karena pemberian dari Tuhan, dan tidak boleh siapapun mengambilnya. Pada dasarnya
perusahaan mempunyai kewajiban terhadap orang-orang yang terlibat dalam berlangsungnya
suatu bisnis baik secara langsung maupun tidak. Etika berbisnis yang baik adalah
ketika perusahaan memberikan hak-hak yang memang menjadi kebutuhan masyarakat luas
dan memelihara lingkungan. Dalam internal perusahaan mampu untuk memenuhi kewajibannya
untuk memberikan salary yang cukup bagi
para karyawannya. Tetapi tidak hanya itu, yang paling penting adalah keselamatan
jiwa mereka terutama pekerjaan yang penuh dengan resiko.
Dalam eksternal perusahaan
mampu memenuhi kewajibannya bagi masyarakat luas yang terlibat secara langsung maupun
tidak langsung. Istilah ini biasa disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Ketika perusahaan secara langsung
melibatkan masyarakat disekitar bisnis tersebut maupun tidak langsung, ini sepenuhnya
adalah tanggung jawab perusahaan untuk tetap memperhatikan sosial serta lingkungan
sekitarnya. Perusahaan dapat melaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan menjaga lingkungan khususnya di daerah perusahaan tersebut berada.
Jangan sampai bisnis yang dilakukan justru merugikan masyarakat dan lingkungan
yang menggambarkan bahwa bisnis yang telah dilakukan tidak sesuai dengan etika
yang berlaku.
DAFTAR
PUSTAKA
www.lib.ui.ac.id/, diakses pada 28 Maret 2017.
www.ilmu-ekonomi-id.com/, diakses pada 28 Maret 2017.
http://HumanRightsPolicy-June14.pdf,
diakses pada 28 Maret 2017.
http://Kedalam-Kebijakan-dan-Praktik-Perusahaan.pdf,
diakses pada 28 Maret 2017.
http://lama.elsam.or.id/mobileweb/article.php?id=2846&lang=in, diakses pada 27 Maret 2017.
http://www.indoramaventures.com/EN/corporateGovernance/pdf/Indonesian-,
diakses pada 27 Maret 2017.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135608-T%2027944-Implementasi%20hak-Analisis.pdf, diakses pada 27 Maret 2017.
http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2015/01/MENGINTEGRASIKAN-HAM-,
diakses pada 27 Maret 2017.
http://sarungpreneur.com/teori-dan-pengertian-etika-bisnis/, diakses pada 28 Maret 2017.
http://ejournal.unicen.ac.id/index.php/JHM/article/view/218, diakses pada 28 Maret 2017.
http://www.ecgi.org/codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdf
, diakses pada 27 Maret 2017. “Pedoman Good Corporate Governance Indonesia”.
2006
Aini, Neke Nur. 2011. Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance (GCG) Terhadap
Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) (Studi Empiris pada Perusahaan
Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Skripsi. Jurusan
Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/29144/1/Skripsi012.pdf, diakses pada 27 Maret 2017.
Kaihatu, Thomas S. 2006. “Good Corporate Governance
dan Penerapannya di Indonesia”. Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 8, No. 1 ; 1-9.
Komentar
Posting Komentar